Selamat datang dan bergabung dengan Ikbal Bahua Kreatif

Raih masa depan dengan mengedepankan Agama, Etika, Moral, Budaya, IPTEKS dan Kinerja pada setiap Perjalanan Aktivitas Hidupmu

PENYULUHAN PEMBANGUNAN DAN MASA DEPAN BANGSA

SOLUSI MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT : PERTANIAN, SOSIAL DAN KEMANUSIAN, EKONOMI, POLITIK, PENDIDIKAN, HUKUM, AGAMA DAN BUDAYA DALAM MENGISI ERA REFORMASI DENGAN IPTEKS DAN KEMANDIRIAN SERTA SEMANGAT KERJA.

Monday, November 19, 2007

PEMBANGUNAN MASYARAKAT BERBASIS AGROPOLITAN DAN AGRIBISNIS DALAM MENUNJANG OTONOMI DAERAH (SUATU TINJAUAN DI PROVINSI GORONTALO)

Oleh :

Mohamad Ikbal Bahua


I. PENDAHULUAN

Otonomi daerah adalah salah satu produk terpenting reformasi politik yang berlangsung di Indonesia sejak tahun 1998 yang bermuatan demokratisasi. Tujuan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kualitas keadilan, demokrasi, dan kesejahteraan bagi seluruh unsur bangsa yang beragam dalam bingkai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan tujuan khusus dari kebijakan otonomi daerah adalah meningkatkan keterlibatan serta partisipasi masyarakat dalam proses pembuatan keputusan maupun implementasinya sehingga terwujud pemerintahan lokal yang bersih, efisien, transparan, responsif, dan akuntabel.

Undang-undang No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan, dalam menyelenggarakan otonomi, daerah memiliki kewajiban: melindungi masyarakat, menjaga persatuan kesatuan, kerukunan, dan keutuhan NKRI; meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat; mengembangkan kehidupan demokrasi; mewujudkan keadilan sosial dan pemerataan; meningkatkan pelayanan dasar pendidikan; menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan; menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak; mengembangkan sistem jaminan sosial; menyusun perencanaan dan tata ruang daerah; melestarikan lingkungan hidup; mengelola administrasi kependudukan; melestarikan nilai-nilai sosial budaya; membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kewenangan yang ada; serta menjalankan kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Ps 22).

Substansi lainnya adalah mendorong terwujudnya pemerintahan yang bersih (good governance) di tingkat lokal pada khususnya dan di tingkat nasional pada umumnya. Menyangkut persepsi otonomi daerah, Bung Hatta dalam pidatonya pernah menekankan otonomi daerah sebagai bagian dari kedaulatan rakyat. Namun menurut Bung Hatta, kedaulatan rakyat tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar yang ditetapkan GBHN. Di sinilah maknanya bahwa otonomi daerah harus dilihat sebagai perwujudan hak dan kewajiban bagi masyarakat di daerah untuk mengembangkan dirinya menjadi masyarakat yang mandiri dan terbuka sebagai manifestasi peran serta masyarakat dalam pemerintahan yang demokratis.

Otonomi daerah juga memberikan pendidikan politik pada masyarakat akan urgensi keterlibatan mereka dalam proses pemerintahan lokal yang kontributif terhadap tegaknya pemerintahan nasional yang kokoh dan legitimate. Di samping itu, otonomi memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk memilih para pemimpin mereka secara demokratis. Bahkan, otonomi membangun kesalingpercayaan antara masyarakat di satu pihak dan antara masyarakat dengan pemerintah di pihak lain. Dengan kata lain semangat yang terkandung dalam otonomi daerah, secara prosedural maupun substansial adalah pengukuhan kembali kedaulatan rakyat (demokratisasi) setelah sekian lama terkubur akibat menguatnya "cengkeraman" negara.

Provinsi Gorontalo adalah provinsi yang terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 38 Tahun 2000, dengan luas wilayah + 1.221.554 ha, yang meliputi 4 kabupaten, masing-masing : Kabupaten Gorontalo, Boalemo, Pohuwato, dan Bone Bolango serta Kota Gorontalo. Jumlah penduduk pada tahun 2005 (BPS, 2006) sebanyak 952.972 jiwa dengan tingkat pendapatan per kapita sebesar Rp. 2.513.202. Ditinjau dari potensi sumberdaya alam, Provinsi Gorontalo mempunyai banyak potensi yang layak untuk dikembangkan antara lain di bidang pertanian dan peternakan. Namun demikian pengembangan sektor tersebut perlu didukung dengan pengembangan infrastruktur yang diharapkan dapat membuka akses-akses ke sentra produksi pertanian yang ada. Oleh karenanya, dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan wilayah, maka pemerintah Provinsi Gorontalo menetapkan 3 program unggulan yang diharapkan dapat memacu perkembangan sektor-sektor lainnya yang meliputi :
  1. Pengembangan SDM;
  2. Pengembangan Pertanian dengan menjadikan Gorontalo sebagai Provinsi Agropolitan, Provinsi yang memiliki kompetensi di bidang pertanian;
  3. Pengembangan ekonomi kelautan dengan sasaran peningkatan kinerja sektor perikanan dan pengembangan wilayah pesisir.

Untuk mewujudkan pengembangan tiga program unggulan tersebut, yang disertai dengan pembangunan infrastruktur penunjang, maka dukungan masyarakat dan pembiayaan sangat diperlukan, terutama peran masyarakat melalui pembangunan secara partisipasi serta adanya dukungan dana dari pemerintah pusat melalui dana perimbangan antara pusat dan daerah, selain PAD Provinsi Gorontalo yang merupakan dasar pelaksanaan pembangunan dalam menunjang otonomi daerah dan peningkatan ekonomi rakyat untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

II. PEMBANGUNAN MASYARAKAT DAN OTONOMI DAERAH

1. Pembangunan Masyarakat (Community Development)

Konsep Community Development telah banyak dirumuskan di dalam berbagai definisi. Perserikatan Bangsa-Bangsa mendefinisikannya: " as the process by which the efforts of the people themselves are united with those of governmental authorities to improve the economic, social and cultural conditions of communities, to integrade these communities into the life of the nations, and to enable them to contribute fully to national progress". (Luz. A. Einsiedel 1968 dalam Tampubolon, 2006). Hal ini menekankan bahwa pembangunan masyarakat, merupakan suatu "proses" dimana usaha-usaha atau potensi-potensi yang dimiliki masyarakat diintegrasikan dengan sumber daya yang dimiliki pemerintah, untuk memperbaiki kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan, dan mengintegrasikan masyarakat di dalam konteks kehidupan berbangsa, serta memberdayakan mereka agar mampu memberikan kontribusi secara penuh untuk mencapai kemajuan pada level nasional.

US International Cooperation Administration mendeskripsikan Community Development itu sebagai : "a process of social action in which the people of a community organized themselves for planning action; define their common and individual needs and problems; make group and individual plans with a maximum of reliance upon community resources; and supplement the resources when necessary with service and material from government and non-government agencies outside the community ". (The Community Development Guidlines of the International Cooperation Administration, Community Development Review, December,1996 dalam Tampubolon, 2006).

Soetomo (2006) menjelaskan bahwa, pembangunan masyarakat dilihat dari mekanisme perubahan dalam rangka mencapai tujuannya, kegiatan pembangunan masyarakat ada yang mengutamakan dan memberikan penekanan pada bagaimana prosesnya sampai suatu hasil pembangunan dapat terwujud, dan adapula yang lebih menekankan pada hasil material, dalam pengertian proses dan mekanisme perubahan untuk mencapai suatu hasil material tidak begitu dipersoalkan, yang penting dalam waktu relatif singkat dapat dilihat hasilnya secara fisik. Pendekatan yang pertama seringkali disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan proses dan lebih menekankan pada aspek manusianya, sedangkan pendekatan yang kedua disebut sebagai pendekatan yang mengutamakan hasil hasil material dan lebih menekankan pada target.

Secara umum community development adalah kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan berikutnya. Dengan dasar itulah maka pembangunan masyarakat secara umum ruang lingkup program-programnya dapat dibagi berdasarkan kategori sebagai berikut : (1) community service, (2) community empowering, dan (3) community relation (Rudito & Budimanta, 2003).

Definisi di atas lebih menekankan bahwa konsep pembangunan masyarakat, merupakan suatu proses "aksi sosial" dimana masyarakat mengorganiser diri mereka dalam merencanakan yang akan dikerjakan; merumuskan masalah dan kebutuhan-kebutuhan baik yang sifatnya untuk kepentingan individu maupun yang sifatnya untuk kepentingan bersama; membuat rencana-rencana tersebut didasarkan atas kepercayaan yang tinggi terhadap sumber-sumber yang dimiliki masyarakat, dan bilamana perlu dapat melengkapi dengan bantuan teknis dan material dari pemerintah dan badan-badan nonpemerintah di luar masyarakat.

2. Otonomi Daerah

Otonomi Daerah yang dilaksanakan saat ini adalah Otonomi Daerah yang berdasarkan kepada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Menurut UU ini, otonomi daerah dipahami sebagai kewenangan daerah otonom untuk menatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan prinsip otonomi daerah yang digunakan adalah otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 mengisyaratkan bahwa dengan otonomi daerah berarti telah memindahkan sebagian besar kewenangan yang tadinya berada di pemerintah pusat diserahkan kepada daerah otonom, sehingga pemerintah daerah otonom dapat lebih cepat dalam merespon tuntutan masyarakat daerah sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Karena kewenangan membuat kebijakan (perda) sepenuhnya menjadi wewenang daerah otonom, maka dengan otonomi daerah pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan dapat berjalan lebih cepat dan lebih berkualitas.

Keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah sangat tergantung pada kemampuan keuangan daerah (PAD), sumber daya manusia yang dimiliki daerah, serta kemampuan daerah untuk mengembangkan segenap potensi yang ada di daerah otonom. Terpusatnya SDM berkualitas di kota-kota besar dapat didistribusikan ke daerah seiring dengan pelaksanaan otonomi daerah, karena kegiatan pembangunan akan bergeser dari pusat ke daerah.

Soenarto (2001), selain ada kewajiban daerah otonom, kepala daerah yang memimpin daerah otonom juga memiliki kewajiban: memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan UUD 1945, serta mempertahankan dan keutuhan NKRI; meningkatkan kesejahteraan rakyat; memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat; melaksanakan kehidupan demokrasi; menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan yang ada; menjaga etika dan norma dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah; melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik; melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah; menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah; serta menyampaikan rencana strategi penyelenggaraan pemerintahan daerah di hadapan Rapat Paripurna DPRD (Ps 27:1).

III. AGROPOLITAN DAN AGRIBISNIS

1. Agropolitan

Secara harafiah, “Agropolitan” berasal dari dua kata yaitu (Agro = pertanian), dan (Politan/Polis = kota), sehingga secara umum Program Agropolitan mengandung pengertian pengembangan suatu kawasan tertentu yang berbasis pada pertanian, yang dapat dilihat dari berbagai pengertian sebagai berikut (Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan dan Tata Perdesaan, 2005) :
  1. Agropolitan (Agro = pertanian; Politan = kota) adalah kota pertanian yang tumbuh dan berkembang yang mampu memacu berkembangnya sistem dan usaha agribisnis sehingga dapat melayani, mendorong, menarik, menghela kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya,
  2. Kawasan Agropolitan, terdiri dari Kota Pertanian dan Desa-Desa sentra produksi pertanian yang ada di sekitarnya, dengan batasan yang tidak ditentukan oleh batasan administrasi Pemerintahan, tetapi lebih ditentukan dengan memperhatikan skala ekonomi yang ada. Dengan kata lain Kawasan Agropolitan adalah Kawasan Agribisnis yang memiliki fasilitas perkotaan,
  3. Pengembangan Kawasan Agropolitan, adalah pembangunan ekonomi berbasis pertanian dikawasan agribisnis, yang dirancang dan dilaksanakan dengan jalan mensinergikan berbagai potensi yang ada untuk mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi, yang digerakan oelh masyarakat dan difasilitasi oleh Pemeritnah.
Konsep pengembangan agropolitan pertama kali diperkenalkan Mc.Douglass dan Friedmann (1974, dalam Syahrani, 2001) sebagai siasat untuk pengembangan perdesaan. Meskipun termaksud banyak hal dalam pengembangan agropolitan, seperti redistribusi tanah, namun konsep ini pada dasarnya memberikan pelayanan perkotaan di kawasan pedesaan atau dengan istilah lain yang digunakan oleh Friedmann adalah “kota di ladang”.

Dengan demikian petani atau masyarakat desa tidak perlu harus pergi ke kota untuk mendapatkan pelayanan, baik dalam pelayanan yang berhubungan dengan masalah produksi dan pemasaran maupun masalah yang berhubungan dengan kebutuhan sosial budaya dan kehidupan setiap hari. Pusat pelayanan diberikan pada setingkat desa, sehingga sangat dekat dengan pemukiman petani, baik pelayanan mengenai teknik berbudidaya pertanian maupun kredit modal kerja dan informasi pasar.

Soleh (1998), besarnya biaya produksi dan biaya pemasaran dapat diperkecil dengan meningkatkan faktor-faktor kemudahan pada kegiatan produksi dan pemasaran. Faktor-faktor tersebut menjadi optimal dengan adanya kegiatan pusat agropolitan. Jadi peran agropolitan adalah untuk melayani kawasan produksi pertanian di sekitarnya dimana berlangsung kegiatan agribisnis oleh para petani setempat. Fasilitas pelayanan yang diperlukan untuk memberikan kemudahan produksi dan pemasaran antara lain berupa input sarana produksi (pupuk, bibit, obat-obatan, peralatan, dan lain-lain), sarana penunjang produksi (lembaga perbankan, koperasi, listrik, dan lain-lain), serta sarana pemasaran (pasar, terminal angkutan, sarana transportasi, dan lain-lain).

Dalam konsep agropolitan juga diperkenalkan adanya agropolitan district, suatu daerah perdesaan dengan radius pelayanan 5 – 10 km dan dengan jumlah penduduk 50 –150 ribu jiwa serta kepadatan minimal 200 jiwa/km2. Jasa-jasa dan pelayanan yang disediakan disesuaikan dengan tingkat perkembangan ekonomi dan sosial budaya setempat. Agropolitan district perlu mempunyai otonomi lokal yang memberi tatanan terbentuknya pusat-pusat pelayanan di kawasan perdesaan telah dikenal sejak lama. Pusat-pusat pelayanan tersebut dicirikan dengan adanya pasar-pasar untuk pelayanan masyarakat perdesaan. Mengingat volume permintaan dan penawaran yang masih terbatas dan jenisnya berbeda, maka telah tumbuh pasar mingguan untuk jenis komoditi yang berbeda (Anwar, 1999).

2. Agribisnis

Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses peroduksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Soekartawi (2003) mengemukakan bahwa agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan : (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional (Sumodininggat, 2000).

Saragih (2001) menyatakan bahwa pengembangan agribisnis ditujukan dalam rangka mengantisipasi era perdagangan bebas yang menuntut adanya daya saing produk pertanian yang berkualitas dan berkesinambungan sehingg sektor pertanian mampu menjadi motor penggerak pembangunan nasional dan sekaligus sebagai upaya peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani serta masyarakat pada umumnya.

Sa’id dan Intan (2001) menyatakan bahwa kemajuan dalam bidang agribisnis ditandai dengan semakin menyempitnya spesialisasi fungsional dan semakin jelasnya pembagian kerja berdasarkan fungsi-fungsi sistem agribisnis. Usaha agribisnis memiliki kecenderungan menuntut untuk dikembangkan menjadi usaha dengan orientasi bisnis atau keuntungan. Hal ini dapat dilakukan melalui aplikasi konsep pengembangan berdasarkan sistem agribisnis terpadu.

Sebagai salah satu sektor unggulan di Provinsi Gorontalo, maka pengembangan sektor pertanian dilaksanakan dengan pendekatan konsep pengembangan agropolitan dengan menetapkan jagung dan ternak sapi sebagai komoditas utama. Konsep pengembangan agribisnis jagung di Gorontalo dalam rangka mendukung program agropolitan di desain dalam dua model yakni demonstrasi plot (demplot) dan pengembangan. Demplot hanya dilaksanakan untuk jangka pendek (satu tahun) yang dimaksudkan sebagai proses penyuluhan dan pembelajaran petani serta meyakinkan investor bahwa pemerintah memiliki komitmen tinggi dalam peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinuitas produksi.

Sementara untuk model pengembangan dilaksanakan dengan menggunakan aplikasi teknologi yang spesifik seperti perluasan areal tanam (PAT), peningkatan mutu intensifikasi (PMI) dan sisi off-farm-nya dengan optimalisasi pengelolahan hasil, penyimpanan serta pemasarannya. Khusus untuk sektor perternakan diprioritaskan pada pengembangan sapi potong dan ayam buras yang diharapkan dengan berkembangnya ternak sapi ini akan mendorong industri pengolahan dan pasca panennya (Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Gorontalo, 2005).

IV. AGROPOLITAN DAN AGRIBISNIS DALAM
MAKNA OTONOMI DAERAH

Potensi sumber daya alam yang tersebar tidak merata untuk setiap pulau/wilayah/daerah, pengembangannya perlu dikaitkan dengan pengembangan wilayah nasional dan lokal, yang berpedoman kepada Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) yang telah mengidentifikasikan kawasan andalan dan kawasan prioritas pengembangan serta jenis pengembangannya dalam menunjang pembangunan di era otonomi daerah yang berpotensi untuk meningkatkan PAD.

Syahrani (2001) menyatakan bahwa, pengembangan agropolitan sangat diperlukan dalam mendukung agribisnis, yang dimasa mendatang berperan sangat strategis dalam pembangunan ekonomi nasional dan dearah. Agropolitan perlu diposisikan secara sinergis dalam sistem pengembangan wilayah. Implementasi konsep agropolitan dalam pengembangan wilayah dilakukan melalui penerapan sistem pemukiman kota dan pedesaan serta Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRWK) yang terkait dengan kawasan budidaya dan sistem transportasi yang merupakan cakupan dalam perencanaan pembangunan jangka pendek daerah dalam meningkatkan PAD untuk menunjang pembangunan masyarakat di era otonomi daerah.

Pengembangan kawasan agropolitan di Provinsi Gorontalo adalah bertujuan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat melalui percepatan pembangunan wilayah dan peningkatan keterkaitan desa dan kota dengan mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing. Sasaran pengembangan kawasan agropolitan adalah untuk mengembangkan kawasan pertanian yang berpotensi menjadi kawasan agropolitan, melalui :
  1. Pemberdayaan masyarakat pelaku agribisnis agar mampu meningkatkan produksi, produktivitas komoditi pertanian serta produk-produk olahan pertanian, yang dilakukan dengan pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang efisiensi;
  2. Penguatan kelembagaan petani;
  3. Pengembangan kelembagaan sistem agribisnis (penyedia agroinput, pengelolaan hasil, pemasaran dan penyedia jasa);
  4. Pengembangan kelembagaan penyuluhan pembangunan terpadu;
  5. Pengembangan iklim yang kondusif bagi usaha dan investasi;
  6. Peningkatan PAD yang berbasis pertanian dan multi sektor.
Program agropolitan dan agribisnis nantinya akan mengangkat nilai PAD dalam rangka otonomi daerah yang bersumber dari potensi pertanian dan potensi sumber daya manusia terutama di perdesaan yang merupakan barometer untuk meningkatkan pendapatan masyarakat yang dapat membantu daya beli masyarakat dalam memperbaiki usaha tani dan iklim usaha pertanian, sehingga dengan demikian rakyat makin sejahtera maka masyarakat pun akan lebih makmur, hal ini pula yang merupakan salah satu tujuan dalam penyuluhan pembangunan yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat dengan mengubah perilaku masyarakat (knowledge, afektif dan psikomotor) melalui pendidikan dan IPTEK agar masyarakat tersebut menjadi tau, mau dan mampu mengembangkan IPTEK untuk tujuan kesejahteraan hidupnya.

Melalui program agropolitan dan agribisnis pemerintah Provinsi Gorontalo dalam membangun masyarakat di era otonomi daerah mulai tahun 2005 sampai dengan sekarang telah mengembangkan CCB (celebes corn belt) dan TMB (taksi mina bahari) yang tujuannya untuk meningkatkan PAD dan pertumbuhan ekonomi di kawasan Sulawesi. Program CCB diperuntukkan untuk kawasan Sulawesi yang menjadi pulau penghasil jagung dikawasan Timur Indonesia dan TMB proyeksinya adalah untuk menata produksi laut dan perairan serta pesisir pantai untuk meningkatkan pendapatan para nelayan dan keluarganya disekitar Teluk Tomini (antara Sulawesi Tengah dan Gorontalo).

Keberhasilan program
CCB, maka pada tahun 2005 ini produksi jagung di Provinsi Gorontalo mencapai 450 ribu ton (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan) dan ini merupakan produksi yang sangat fantastis untuk kawasan pulau Sulawesi pada tahun tersebut, sehingga mengharuskan pemerintah Provinsi Gorontalo untuk mengekspor jagung tersebut ke Negeri Jiran Malaysia melalui Federasi Petani Ternak Asosiasi Malaysia (FLFAM). Dipilihnya Malaysia sebagai lokasi promosi dan ekspor jagung, dikarenakan Malaysia adalah Negara tetangga terdekat yang memiliki posisi strategis dalam jalur perdagangan di Asia Tenggara.

Produksi perikanan melalui program TMB sebagai upaya pelaksanaan program etalase perikanan sampai dengan tahun 2005 mencapai 46 ribu ton dengan laju peningkatan produksi perikanan mencapai 23,18 % (Dinas Perikanan dan Kelautan) Dengan demikian Provinsi Gorontalo merupakan salah satu provinsi termuda di Indonesia yang akan mampu menata kebijakan pembangunan masyarakat dalam era otonomi daerah melalui program agropolitan dan agribisnis, sehingga tujuan otonomi daerah, yaitu meningkatkan kemandirian daerah dengan berbagai potensi sumber daya lokal dapat diwujudkan oleh pemerintah dan masyarakat Gorontalo dalam menunjang pembangunan nasional.

V. KESIMPULAN

Pembangunan masyarakat di era reformasi sekarang ini yang mengantarkan rakyat sebagai stakeholder dalam menentukan kebijakan pembangunan sangat signifikan terjadap pelaksanaan otonomi daerah yaitu dalam kebijakan pembangunan ekonomi yang bottom-up, sektor-sektor ekonomi yang dikembangkan di setiap daerah harus dapat mendayagunakan sumber daya yang terdapat atau dikuasi oleh masyarakat di daerah tersebut dan hal inilah yang menjadi salah satu tujuan dari pelaksanaan otonomi daerah.

Cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian daerah adalah melalui pengembangan agribisnis. Pengembangan agribisnis bukan hanya pengembangan pertanian primer on farm agribusiness, tetapi juga mencakup industri-industri yang menghasilkan sarana produksi up stream agribusiness dan industri-industri yang mengolah hasil pertanian primer dan kegiatan perdagangannya down stream agribusiness.

Pengembangan agribisnis yang berkesinambungan tersebut tentunya harus berorientasi pada pembangunan masyarakat perdesaan yang merupakan produsen pertanian utama di Indonesia, sehingga upaya pengembangan agribisnis harus sejajar dengan pelaksanaan agropolitan sebagai wujud nyata dari pemberdayaan masyarakat perdesaan dengan mengedepankan hasil pertanian.

Pengembangan agribisnis dan agropolitan dalam menunjang otonomi daerah harus juga disertai dengan pengembangan organisasi ekonomi, melalui pengembangan koperasi agribisnis yang ikut mengelola upstreamagribusiness dan down-stream agribusiness melalui usaha patungan (joint venture) dengan BUMN/BUMD. Dengan demikian perekonomian daerah akan mampu berkembang lebih cepat dan sebagian besar nilai tambah agribisnis akan tertahan di daerah dan pendapatan rakyat akan meningkat. Apabila hal tersebut terwujud akan mampu menghambat arus urbanisasi bahkan justru mendorong ruralisasi sumber daya manusia dalam makna otonomi daerah.

Provinsi Gorontalo yang berhasil mengedepankan program agropolitan tujuan utamanya adalah pembangunan masyarakat yang berkelanjutan di kawasan Gorontalo dan Sulawesi yang memprioritaskan sumber daya pertanian sebagai primadona untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan rakyat. Pembangunan masyarakat di Provinsi Gorontalo tersebut dicapai dengan ; (1) peningkatan kualitas sumber daya manusia, (2) peningkatan produksi jagung melalui program agropilitan secara terpadu, dan (3) pengembangan etalase perikanan sebagai usaha meningkatkan produksi perikanan dan kelautan di Provinsi Gorontalo.

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, A. 1999. Pembangunan Agropolitan Dalam Rangka Desentralisasi Spatial Dengan Replikasi Sistem Kota-Kota Kecil Di Wilayah Pedesaan. Makalah pada Seminar Sehari Pengembangan Agropolitan dan Agribisnis serta Dukungan Prasarana dan Sarana, Jakarta, 3 Agustus 1999

Biro Pusat Statistik, 2006. Gorontalo dalam Angka, 2005. Biro Pusat Statistik Provinsi Gorontalo.

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi Gorontalo, 2005. Produksi Jagung Provinsi Gorontalo Proyeksi tahun 2005 – 2006. PEMDA Provinsi Gorontalo.

Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Gorontalo, 2005. Produksi Perikanan dan Laju Pertumbuhan Produksi Perikanan di Provinsi Gorontalo. PEMDA Provinsi Gorontalo.

Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan dan Tata Perdesaan, 2005. Pengembangan Kawasan Agropolitan. Departemen Pekerjaan Umum. RI.

Rudito, B dan Budimanta, A., 2003. Pengelolaan Community Development. Indonesia Center for Sustainable Development (ICSD). Jakarta.

Soleh, S. 1998. Strategi dan Kebijakan Pembangunan Pertanian Sebagai Penggerak Perekonomian Nasional. Makalah disampaikan pada SILAKNAS ICMI, Yogyakarta, 5 Desember 1998.

Sumodininggat, G. 2000. Pembangunan Ekonomi Melalui Pengembangan Pertanian, PT.Bina Rena Pariwisata, Jakarta.

Saragih, B. 2001. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian. IPB press.

Sa’id, G.E. dan Intan, H.A. 2001. Manajemen Agribisnis. PT. Ghalia Indonesia.

Syahrani, H. 2001. The Application of The Agropolitant and Agribusiness In Regional Economy Development. FRONTIR Nomor 33, Maret 2001.

Soenarto, 2001. Otonomi Daerah Dan Pelayanan Publik, Buletin Pengawasan No. 30 & 31 Th. 2001.

Soekartawi, 2003. Agribisnis teori dan aplikasinya, PT. Rajagrafindo persada. Jakarta

Soetomo. 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar. Jogyakarta.

Tampubolon, 2006. Pendidikan Pola Pemberdayaan Masyarakat Dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Sesuai Tuntutan Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Medan. Sumatera Utara.

1 comment:

CeNil said...

Sepengetahuan saya jagung selain digunakan untuk pangan langsung, juga untuk industri pangan (ternak) dan bioethanol. Pak Iqbal punya data berapa prosentase kebijakan pemerintah GOrontalo untuk ketiga tujuan konsumsi jagung tersebut?