Selamat datang dan bergabung dengan Ikbal Bahua Kreatif

Raih masa depan dengan mengedepankan Agama, Etika, Moral, Budaya, IPTEKS dan Kinerja pada setiap Perjalanan Aktivitas Hidupmu

PENYULUHAN PEMBANGUNAN DAN MASA DEPAN BANGSA

SOLUSI MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT : PERTANIAN, SOSIAL DAN KEMANUSIAN, EKONOMI, POLITIK, PENDIDIKAN, HUKUM, AGAMA DAN BUDAYA DALAM MENGISI ERA REFORMASI DENGAN IPTEKS DAN KEMANDIRIAN SERTA SEMANGAT KERJA.

Thursday, October 3, 2013

MAMPUKAH KOPERASI UNIT DESA BERPERAN MENSEJAHTERAKAN NASIB PETANI DI PEDESAAN

Oleh: Mohamad Ikbal Bahua


Koperasi merupakan salah satu bentuk kelembagaan di antara sekian banyak kelembagaan yang berperan dalam pengembangan sektor pertanian. Menurut Baga (2004), mempunyai dua ciri indentitas, yaitu adanya anggota koperasi yang merupakan owner sekaligus custumer dari lembaga koperasi. Hal ini terlihat pada unit usaha ekonomi yang di miliki dan di awasi secara demokratis dengan satu tujuan yaitu melayani kebutuhan anggota.
Koperasi Unit Desa (KUD) adalah organisasi yang berbentuk sosial ekonomi dan merupakan wahana masyarakat pedesaan untuk mencapai harapan dalam meningkatkan kesejahteraan hidup, pada tataran sosial, ekonomi, dan budaya. Koperasi Unit Desa (KUD) merupakan lembaga ekonomi yang dapat membatu petani dalam pengadaan sarana produksi pertanian, permodalan dan menjamin pemasaran produksi pertanian yang penyelenggaraannya berdasarkan sistem demokrasi dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, maka KUD adalah wahana para petani mencapai harapan agar dapat meningkatkan hasil produksi pertanian sekaligus meningkatkan kesejahteraan hidup petani di pedesaan.
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena itu koperasi tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting dalam konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional. Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya. Di negara berkembang koperasi dirasa perlu dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa sendiri setelah kemerdekaan. Berbagai peraturan perundangan yang mengatur koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang diperlukan.
Di Indonesia pengenalan koperasi memang dilakukan oleh pemerintah, bahkan sejak pemerintahan penjajahan Belanda telah mulai diperkenalkan. Gerakan koperasi sendiri mendeklarasikan sebagai suatu gerakan sudah dimulai sejak tanggal 12 Juli 1947 melalui Kongres Koperasi di Tasikmalaya. Pengalaman di tanah air kita lebih unik karena koperasi yang pernah lahir dan telah tumbuh secara alami di jaman penjajahan, kemudian setelah kemerdekaan diperbaharui dan diberikan kedudukan yang sangat tinggi dalam penjelasan undang-undang dasar.
Shankar et al., (2002) menjelaskan bahwa secara khusus pemerintah memerankan fungsi “regulatory” dan “development” secara sekaligus, dimana ciri utama perkembangan koperasi di Indonesia adalah dengan pola penitipan kepada program yaitu: (1) Program pembangunan secara sektoral seperti koperasi pertanian, koperasi desa, KUD; (2) Lembaga-lembaga pemerintah dalam koperasi pegawai negeri dan koperasi fungsional lainnya; dan (3) Perusahaan baik milik negara maupun swasta dalam koperasi karyawan. Sebagai akibatnya prakarsa masyarakat luas kurang berkembang dan kalau ada tidak diberikan tempat semestinya.
Menurut Sharma (Noer Soetrisno, 2001), selama ini “koperasi” dikembangkan dengan dukungan pemerintah dengan basis sektor-sektor primer dan distribusi yang memberikan lapangan kerja terbesar ba­gi penduduk Indonesia. Contoh sebagian besar KUD sebagai koperasi program di sektor pertanian di dukung dengan program pem­bangunan untuk membangun KUD. Di sisi lain pemerintah memanfaatkan KUD untuk mendukung program pembangunan pertanian untuk swasembada beras seperti yang se­lama PJP I. Bahkan koperasi secara eksplisit ditugasi melanjutkan program yang kurang berhasil ditangani langsung oleh pemerintah bahkan bank pemerintah, seperti penyaluran kredit BIMAS menjadi KUT, pola pengadaan beras pemerintah dan lain-lain, sehingga nasib koperasi harus memikul beban kegagalan program, sementara koperasi yang berswadaya praktis tersisihkan dari perhatian berbagai kalangan termasuk para peneliti dan media masa.
Secara historis pengembangan koperasi di Indonesia yang digerakan melalui dukungan kuat program pemerintah yang telah dijalankan dalam waktu lama, dan tidak mudah ke luar dari kungkungan pengalaman tersebut. Jika semula ketergantungan terhadap captive market program menjadi sumber pertumbuhan, maka pergeseran ke arah peran swasta menjadi tantangan baru bagi lahirnya pesaing-pesaing usaha terutama KUD. Meskipun KUD harus berjuang untuk menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi, namun sumbangan terbesar KUD adalah keberhasilan peningkatan produksi pertanian terutama pangan, di samping sumbangan dalam melahirkan kader wirausaha di pedesaan.
Koperasi Unit Desa (KUD) pada awal terbentuknya mempunyai visi, yaitu sebagai soko guru perekonomian bangsa dengan menganut pola usaha bersama untuk mensejahterakan masyarakat, karena ide dasar pembentukan koperasi sering dikaitkan dengan pasal 33 UUD 1945, khususnya Ayat 1 yang menyebutkan bahwa "Perekonomian di susun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan." Dalam Penjelasan UUD 1945 itu dikatakan bahwa bangun usaha yang paling cocok dengan asas kekeluargaan itu adalah koperasi.
Strategi pola pengembangan KUD mencirikan bahwa masyarakat Indonesia yang umunya tinggal di pedesaan dan sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani, hidup dalam kebersamaan ekonomi, sosial dan budaya untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.  KUD yang merupakan wadah petani di pedesaan untuk memenuhi pengadaan sarana produksi pertanian, permodalan dan pemasaran hasil pertanian pada kenyataannya tidak seindah visi yang dikemukakan, karena petani di pedesaan umumnya terjerat oleh sistem ijon yang setiap saat dapat merugikan usahatani mereka. Sistem ijon sudah merupakan wadah petani di pedesaan untuk mendapatkan biaya produksi usahatani, walaupun petani itu sendiri menyadari bahwa sistem ijon itu mereka tidak dapat memenuhi harapan ekonomi keluarganya secara berkelanjutan.  
KUD merupakan satu pilar dari pengembangan ekonomi di pedesaan, pada umumnya tidak dapat memenuhi harapan petani, karena regulasi (UU Nomor 25 tahun 1992) yang dikeluarkan oleh pemerintah dan DPR lebih berpihak kepada kapitalis. Menurut Widiyanto (1998), pada UU Nomor 25 tahun 1992 secara tersirat bermakna bahwa koperasi diberi peluang untuk bertindak sebagai sebuah perusahaan yang memaksimalisasikan keuntungan. Dengan adanya UU Nomor 25 tahun 1992, seolah-seolah koperasi merupakan lembaga yang menjadi benalu dalam kehidupan petani di pedesaan. Petani semakin sulit untuk mendapatkan sarana produksi pertanian dan tidak mempunyai akses pasar yang jelas untuk memasarkan hasil produksinya.
Secara regulasi tentunya pemerintah dan DPR sudah memikirkan dan merumuskan bahwa KUD dapat menjembatani kesejangangan ekonomi para petani di pedesaan, karena telah banyak memberikan perhatian dari segi modal usaha, baik berupa dana bergulir, dana hibah sampai dengan pinjaman bank yang diwujudkan melalui pemberian kredit lunak pada pengembangan teknologi tepat guna di bidang pertanian, peternakan dan perikanan.
Pertanyaannya, mengapa kehidupan petani di Indonesia masih tetap saja tidak memperlihatkan kemajuan dan peningkatan kehidupan ekonomi yang signifikan dengan berbagai regulasi dari pemerintah di bidang KUD tersebut? Pertanyaan ini perlu dijawab dengan menilai, hal-hal sebagai berikut: (1) tingkat partisipasi petani untuk menjadi anggota KUD, (2) kesiapan infra struktur pedesaan untuk mendukung adanya lembaga koperasi, (3) peranan lembaga penyuluhan pertanian dalam memberikan edukasi kepada petani berdasarkan permasalahan yang mereka hadapi, (4) potensi sumber daya manusia untuk mengelola koperasi, dan (5) eksistensi hasil produk pertanian dan kemitraan yang dapat menjamin keberlanjutan penyelenggaraan koperasi unit desa.  
(1)     Tingkat partisipasi petani untuk menjadi anggota KUD, sangat berhubungan dengan pengetahuan, kemauan dan kesempatan petani untuk menjadi anggota KUD. Dari segi pengetahuan, petani tidak terlalu banyak mengetahui fungsi koperasi unit desa untuk pengembangan usahataninya. Petani tidak banyak mendapatkan sosialisasi akan pentingnya KUD dalam melayani kebutuhan sarana produksi, permodalan dan pemasaran hasil pertanian. Petani hanya menerima informasi dalam bentuk program usaha pertanian yang mempunyai jangka waktu pelaksanaannya dan tidak sesuai dengan kemauan mereka. Pada dimensi kemauan sangat berhubungan dengan sikap petani menjadi anggota KUD dan mengikuti program yang dicanangkan oleh KUD. Sikap petani ini diakibatkan oleh manajemen KUD yang tidak berpihak pada petani, terutama petani kecil yang hanya mempunyai lahan untuk kegiatan produksi pertanian skala rumah tangga (subsisten). Sedangkan pada dimensi kesempatan, petani pada umumnya disibukkan dengan pekerjaan rutinitas usahatani, sehingga mereka tidak mempunyai waktu luang untuk mengikuti perencanaan program KUD secara partisipatif, hal ini juga disebabkan oleh pola manajemen KUD yang kurang melibatkan petani dalam perencanaan program KUD secara berkala.
(2)     Kesiapan infra struktur pedesaan sangat menentukan lancarnya implementasi program KUD ke tingkat petani. Seperti: sarana transportasi, sarana komunikasi (media cetak dan elektronik), dan sistem jaringan komputerisasi, masih terbatas di pedesaan, sehingga menyebabkan pelayanan KUD kepada nasabah (petani) masih terbatas.
(3)     Peran lembaga penyuluhan pertanian dalam memberikan edukasi kepada petani berdasarkan permasalahan yang mereka hadapi masih belum menyentuh sendi-sendi kehidupan petani. Penyuluhan pertanian masih terpola pada manajemen topdown, sehingga petani selalu saja tergantung pada program pemerintah yang sering tidak sejalan dengan harapan petani. Lembaga Penyuluhan pertanian melalui sistem pendidikan non formal yang berbasis pada pendidikan orang dewasa diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dan keterampilan petani dalam melaksanakan usahatani melalui sistem agribisnis dengan mengembangkan proses adopsi dan difusi teknologi pertanian yang sesuai dengan sumberdaya lokal di tingkat petani, sehingga dapat menunjang kemauan, pengetahuan dan kemampuan petani untuk berpartisipasi dalam program KUD. Melalui peran lembaga penyuluhan pertanian  diharapkan akan tercipta suatu perubahan perilaku petani dalam mengikuti setiap program KUD yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka secara berkelanjutan.
(4)     Potensi sumber daya manusia untuk mengelola koperasi. Koperasi Unit Desa yang penyelenggaraannya bersifat demokratis, dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat tentunya memerlukan potensi sumberdaya manusia yang dapat mengelola KUD sesuai dengan sistem sosial dan ekonomi petani di pedesaan. Pengelolaan KUD perlu diarahkan pada potensi sumberdaya lokal dan sistem usahatani yang ada di tingkat petani. Pola manajemen KUD ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian KUD terhadap kebutuhan petani dan tidak mengandalkan pola manajemen keuntungan yang tidak sesuai dengan kondisi petani. Pada dimensi ini alangkah baiknya potensi SDM yang mengelola KUD perlu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan keuangan, pengelolaan potensi desa, dan pemahaman terhadap perilaku sosial ekonomi petani di pedesaan.
(5)     Eksistensi hasil produk pertanian dan kemitraan. Eksistensi pengelolaan hasil produk pertanian dan kemitraan sangat penting dalam menunjang keberlanjutan penyelenggaraan KUD. Fungsi KUD secara implikasinya dapat membantu petani dalam memasarkan hasil produksi pertanian, untuk itu eksistensi dari hasil produksi pertanian tersebut setiap saat dapat terpenuhi sebagai modal KUD dalam merencanakan program pemasaran hasil pertanian secara kontinyu yang dapat menjamin berbagai pelaku usaha pertanian dalam menerima hasil produksi pertanian di pedasaan secara berkelanjutan. Adanya eksistensi hasil produksi pertanian ini KUD dapat memberikan peluang kepada petani untuk selalu berhubungan atau bermitra dengan pelaku usaha pertanian sesuai dengan tingkat kualitas dan kuantitas dari hasil pertanian. KUD dapat menjembatani hubungan kemitraan tersebut dengan mengandalkan pola manajemen yang berpihak pada petani, hal ini perlu di tempuh dengan menjamin keberlanjutan pasokan hasil produksi pertanian dengan mengharapkan potensi modal usaha dari pelaku usaha. Dengan demikian pola kemitraan yang di bangun melalui KUD adalah hubungan kemitraan dengan pengusaha pertanian yang saling menguntungkan antara pengusaha dengan petani, yang akhirnya berdampak pada pemenuhan ekonomi petani.
Berdasarkan nilai-nilai tersebut di atas, maka KUD diharapkan mampu berperan untuk mensejahterakan petani di pedesaan. Peran KUD tersebut diarahkan pada pengelolaan sumberdaya lokal di pedesaan yang menjadi bahan baku usahatani petani dalam menunjang kehidupan ekonominya. KUD selalu memposisikan diri sebagai organisasi yang setiap saat dapat membantu petani dalam pemenuhan sarana produksi, permodalan dan menjamin ketersediaan akses pasar. KUD diharapkan menjadi lembaga ekonomi pedesaan yang dapat menjembatani kesejangan antara pelaku utama dan pelaku usaha di bidang pertanian secara berkelanjutan.  Dari dimensi pemerintah diharapkan adanya regulasi yang selalu berpihak pada rakyat dengan mengedepankan strategi pembangunan masyarakat yang berwujud pada pembangunan pertanian partisipatif, sehingga petani merasa dihargai dengan potensi yang mereka miliki. Pada segi dimensi petani diupayakan adanya partisipasi dan eksistensi mereka untuk mengikuti atau menjadi anggota KUD secara berkelanjutan dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, sehingga para petani dapat mengetahui dan memahami arti pentningnya KUD bagi pemenuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraannya. Dari dimensi lembaga penelitian diharapkan adanya hasil-hasil penelitian yang berupa inovasi di bidang teknologi pertanian yang dapat meningkatkan produksi pertanian di pedesaan. Inovasi teknologi pertanian tersebut pada sisi sosial dapat di terima oleh petani, pada sisi ekonomi dapat menguntungkan petani, dan pada sisi teknologi inovasi tersebut dapat dilakukan oleh petani dalam meningkatkan kesejahteraannya. Pada dimensi lembaga pendidikan (Perguruan Tinggi) diharapkan adanya konsep-konsep pemikiran pembangunan pertanian berwawasan agribisnis yang aplikatif melalui hasil penelitian dan pengabdian masyarakat yang secara langsung dapat menyentuh petani di pedesaan. Pada tataran dimensi LSM (NGO) diharapkan adanya advokasi kepada petani yang bermartabat sesuai dengan pola kehidupan sosial masyarakat di pedesaan.  

Referensi: tersedia pada file tersendiri

No comments: