Selamat datang dan bergabung dengan Ikbal Bahua Kreatif

Raih masa depan dengan mengedepankan Agama, Etika, Moral, Budaya, IPTEKS dan Kinerja pada setiap Perjalanan Aktivitas Hidupmu

PENYULUHAN PEMBANGUNAN DAN MASA DEPAN BANGSA

SOLUSI MEMBANGUN DAN MEMBERDAYAKAN MASYARAKAT : PERTANIAN, SOSIAL DAN KEMANUSIAN, EKONOMI, POLITIK, PENDIDIKAN, HUKUM, AGAMA DAN BUDAYA DALAM MENGISI ERA REFORMASI DENGAN IPTEKS DAN KEMANDIRIAN SERTA SEMANGAT KERJA.

Monday, December 22, 2008

TINJAUAN ANALITIS PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI DALAM MENGATASI KEMISKINAN DI ERA OTONOMI DAERAH

Oleh: Mohamad Ikbal Bahua

I. PENDAHULUAN

Pendekatan yang kini sering digunakan dalam meningkatkan kualitas kehidupan dan mengangkat harkat martabat keluarga miskin adalah pemberdayaan masyarakat. Konsep ini menjadi sangat penting terutama karena memberikan perspektif positif terhadap orang miskin. Orang miskin tidak dipandang sebagai orang yang serba kekurangan (misalnya, kurang makan, kurang pendapatan, kurang sehat, kurang dinamis) dan objek pasif penerima pelayanan belaka. Melainkan sebagai orang yang memiliki beragam kemampuan yang dapat dimobilisasi untuk perbaikan hidupnya. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan.

Masalah sosial yang dihadapi masyarakat Indonesia lebih banyak disebabkan oleh kemiskinan seperti; kekurangan bahan pangan, pendidikan, kesehatan, pengangguran, gizi buruk dan lain-lain sehingga hal ini memerlukan suatu upaya dari pemerintah, masyarakat dan organisasi non pemerintah untuk bekerjasama mengurangi bertambahnya angka kemiskinan tersebut dengan mengedepankan program-program pembangunan yang dapat bermanfaat bagi masyarakat dan pelaksanaannya dapat berkesinambungan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam menyelesaikan masalah sosialnya.

Indonesia termasuk diantara 189 negara di dunia yang pada tahun 2000 telah menandatangani Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang upaya, sasaran dan target-target pembangunan manusia dan pengentasan kemiskinan yang terkenal dengan nama Millennium Development Goals (MDGs). Deklarasi itu pada intinya merupakan komitmen bersama untuk menurunkan tingkat kemiskinan global, dengan sejumlah tujuan yang ingin dicapai pada tahun 2015.

Di Indonesia sendiri, isu kemiskinan baru muncul pada tahun 1970-an bersama-sama dengan isu pemerataan. Dua tahun kemudian lahir konsep pembangunan yang berorientasi pada kebutuhan dasar manusia (basic need strategy) yang dilontarkan oleh International Labour Organization (ILO) yang berpusat di Geneva. Hakikat kemiskinan di Indonesia, kita bisa melihatnya dari berbagai faktor, apakah itu sosial-budaya, ekonomi maupun politik. Berdasarkan Susenas Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2006 sudah mencapai 39,05 juta jiwa atau 17, 75 persen dari total populasi penduduk saat ini. Sedangkan jumlah pengangguran terbuka pada Februari 2005 mencapai 10,9 juta orang atau naik menjadi 11,9 juta orang November 2005 dan menurun menjadi 11,1 juta orang pada Maret 2006.

Sejak tahun 2007 pemerintah Indonesia telah melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri yang terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, serta PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Pada masa otonomi daerah sekarang ini, tentunya program-program penanggulangan kemiskinan yang dicanangkan oleh pemerintah pusat melalui lintas departemen seyogyanya harus lebih banyak ditunjang oleh pemerintah daerah, karena pemerintah daerah yang lebih mengetahui secara pasti besarnya angka kemiskinan dalam masyarakat di wilayahnya, sehingga tujuan dari program nasional tersebut dapat terarah secara efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.

Berdasarkan penjelasan konsep di atas, maka pada penyusunan makalah ini akan diuraikan secara deskriptif Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dalam mengatasi kemiskinan di era otonomi daerah, dengan tinjauan dari berbagai pustaka, hasil penelitian dan petunjuk pelaksanaan PNPM yang dapat memberi makna secara konseptual arah penyusunan kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia.

II. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN KEMISKINAN

1. Konsep Pemberdayaan

Istilah pemberdayaan pertama kali digunakan oleh aktivis Gerakan Black Panther dalam mobilisasi politik di USA pada 1960-an. Konsep ini dorman selama dekade 1970-an. Pada pertengahan dekade 1980-an, Gerakan Kaum Wanita mempopulerkan kembali konsep pemberdayaan. Kini konsep “pemberdayaan” telah masuk keberbagai disiplin ilmu, baik pada tataran teori maupun praktek. Bahkan, istilah “pemberdayaan” telah menjadi suatu kata plastis, yang digunakan dalam berbagai konteks, sehingga mengaburkan makna yang sebenarnya (Aithai Vathsala, 2005: 2).

Makna pemberdayaan menurut kamus Oxford seperti dikutip dari situs Emporwermentillustrated.com (2005: 2) bahwa, kata empower sinonim dengan memberi daya atau kekuasaan kepada. Ada dua citra pemberdayaan, yaitu: (1) yang memberi manfaat baik kepada pihak yang memberi kuasa maupun kepada pihak yang mendapat kuasa. Tipe inilah yang disebut sebagai pemberdayaan (empowerment), dan (2) kekuasaan di dapat oleh pihak yang sebelumnya tidak berkuasa melalui perjuangan sendiri. Hal ini disebut sebagai “self-empowerment” atau pemberdayaan sendiri. Konsep pemberdayaan memberi kerangka acuan mengenai matra kekuasaan (power) dan kemampuan (kapabilitas) yang melingkup aras sosial, ekonomi, budaya, politik dan kelembagaan.

Korten (1983: 3) menjelaskan bahwa, gerakan pemberdayaan diawali dari munculnya paradigma pembangunan yang berpusat pada manusia (rakyat), yang diakui sebagai “pembangunan alternatif”., misalnya, menyebut ciri-ciri paradigma pembangunan berpusat pada rakyat sebagai berikut: Pertama, logika yang dominan dari paradigma ini adalah logika mengenai suatu ekologi manusia yang seimbang; Kedua, sumber daya utama berupa sumber-sumber daya informasi dan prakarsa kreatif yang tak habis-habisnya; dan Ketiga, tujuan utamanya adalah pertumbuhan manusia yang didefinisikan sebagai perwujudan yang lebih tinggi dari potensi manusia.

Paradigma pemberdayaan dari David Korten ini memberi peran kepada individu bukan sebagai obyek, melainkan sebagai aktor "yang menetapkan tujuan, mengendalikan sumber daya, dan mengarahkan proses yang mempengaruhi kehidupannya." Konsekuensinya, pembangunan yang berpusat pada rakyat memberikan nilai yang sangat tinggi pada inisisatif lokal dan sistem-sistem untuk mengorganisasi diri sendiri melalui satuan-satuan organisasional yang berskala manusiawi dan komunitas-komunitas yang mandiri. Model pembangunan ini punya perbedaan fundamental di dalam karakteritik dasarnya dibandingkan dengan strategi pertumbuhan atau strategi kebutuhan dasar yang selama ini mendominasi agenda pembangunan di Dunia Ketiga, termasuk Indonesia.

Suharto (2004: 2) menyatakan bahwa, secara konseptual pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment), berasal dari kata ‘power’ (kekuasaan atau keberdayaan). Karenanya, ide utama pemberdayaan bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Kekuasaan seringkali dikaitkan dengan kemampuan kita untuk membuat orang lain melakukan apa yang kita inginkan, terlepas dari keinginan dan minat mereka. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuasaan berkaitan dengan pengaruh dan kontrol.

Pengertian ini mengasumsikan bahwa kekuasaan sebagai sesuatu yang tidak berubah atau tidak dapat dirubah. Kekuasaan sesungguhnya tidak terbatas pada pengertian di atas. Kekuasaan tidak vakum dan terisolasi. Kekuasaan senantiasa hadir dalam konteks relasi sosial antar manusia. Kekuasaan tercipta dalam relasi sosial. Karena itu, kekuasaan dan hubungan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti ini, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan kemudian memiliki konsep yang bermakna. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pada pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis.

Berdasarkan penjelasan berbagai konsep teori di atas, maka pemberdayaan dapat didefinisikan sebagai “Upaya untuk membantu masyarakat agar dapat menolong diri mereka sendiri,” atau upaya untuk memimpin masyarakat agar belajar memimpin diri mereka sendiri, sehingga masyarakat tersebut dapat memecahkan masalahnya sendiri sesuai dengan kemampuan sumberdaya lokal yang ada dalam masyarakat tersebut.”

2. Konsep Kemiskinan

Kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan maupun non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan Depsos, 2005: 3).

Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan, tidak cukup untak memenuhi kebutuhan hidup minimum: pangan, sandang, kesehatan, papan, pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari fihak lain yang membantunya (Susanto, 2005: 7).

David Cox (2004:1-6) membagi kemiskinan ke dalam beberapa dimensi: (1) kemiskinan yang diakibatkan globalisasi. Globalisasi menghasilkan pemenang dan pengkalah. Pemenang umumnya adalah negara-negara maju. Sedangkan negara-negara berkembang seringkali semakin terpinggirkan oleh persaingan dan pasar bebas yang merupakan prasyarat globalisasi, (2) kemiskinan yang berkaitan dengan pembangunan. Kemiskinan subsisten (kemiskinan akibat rendahnya pembangunan), kemiskinan pedesaan (kemiskinan akibat peminggiran pedesaan dalam proses pembangunan), kemiskinan perkotaan (kemiskinan yang sebabkan oleh hakekat dan kecepatan pertumbuhan perkotaan), (3) kemiskinan sosial. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan, anak-anak, dan kelompok minoritas, dan (4) kemiskinan konsekuensial. Kemiskinan yang terjadi akibat kejadian-kejadian lain atau faktor-faktor eksternal di luar si miskin, seperti konflik, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan tingginya jumlah penduduk.

Berdasarkan berbagai penjelasan konsep di atas, maka kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk kekurangan dari individu atau kelompok, baik kekurangan ekonomi, sosial, dan politik atau kekurangan masyarakat secara absolut, relatif dan kuktural serta kekurangan terhadap akses informasi dan globalisasi yang menyebabkan individu dan kelompok masyarakat tersebut tidak dapat beraktivitas sesuai dengan tuntutan kehidupannya dalam memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan lainnya.

III. PERAN PNPM MANDIRI DALAM MENGATASI KEMISKINAN

DI ERA OTONOMI DAERAH

Sekretariat Tim Pengendalian PNPM Mandiri (2007: 1) menjelaskan bahwa, PNPM Madiri adalah program nasional dalam wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM Mandiri dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan.

Tujuan umum dari program ini adalah meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut:

Ø Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.

Ø Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel.

Ø Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan, program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (pro-poor)

Ø Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat dan kelompok perduli lainnya untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan.

Ø Meningkatnya keberadaan dan kemandirian masyarakat serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok perduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya.

Ø Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal.

Ø Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat.

Pelaksanaan PNPM Mandiri yang dimulai sejak tahun 2007, diarahkan untuk meningkatkan efektivitas penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja dengan melibatkan unsur masyarakat mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat terutama masyarakat miskin dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan subyek upaya penanggulangan kemiskinan.

Berdasarkan panduan umum PNPM Mandiri tahun 2007 dijelaskan bahwa, komponen pelaksanaan PNPM Mandiri dalam mengatasi kemiskinan masyarakat, yaitu:

Ø Pengembangan Masyarakat. Komponen pengembangan masyarakat mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan, dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung rangkaian kegiatan tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan, dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.

Ø Bantuan Langsung Masyarakat. Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) adalah dana stimulan keswadayaan yang diberikan kepada kelompok masyarakat untuk membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, terutama masyarakat miskin.

Ø Peningkatan Kapasitas Pemerintahan dan Pelaku Lokal. Komponen peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok peduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini antara lain seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif, dan sebagainya.

Ø Bantuan Pengelolaan dan Pengembangan Program. Komponen bantuan pengelolaan dan pengembangan program meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi, dan pengembangan program.

Pelaksanaan PNPM mandiri pada era otonomi daerah diupayakan melalui peran pemerintah daerah dan DPRD dalam merumuskan dan merealisasikan APBD sebagai wujud tanggungjawab sosial pemerintah daerah untuk mengatasi kemiskinan di wilayahnya. Tentunya dengan anggaran yang telah dirumuskan tersebut, pemerintah daerah, DPRD, LSM, dan pihak swasta secara terintegrasi dengan pemerintah pusat dapat melaksanakan PNPM Mandiri secara berkelanjutan dengan menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat, dan penguatan kapasitas kelembagaan yang pelaksanaannya secara swakelola oleh masyarakat sehingga mereka dapat mengetahui tujuan dan manfaat pelaksanaan PNPM Mandiri untuk mengatasi masalah kemiskinan yang mereka alami.

PNPM Mandiri dalam mengatasi kemiskinan pada era otonimi daerah di laksanakan melalui 2 program, yaitu program inti dan program penguatan. Pertama program inti terdiri dari program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis kewilayahan seperti: PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri Perkotaan, PNPM Mandiri Daerah Tertinggal dan Khusus (PNPM DTK), PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan (PNPM IP), dan PNPM Mandiri Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PNPM PISEW). Kedua program penguatan terdiri dari program/kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis sektoral, kewilayahan, serta khusus untuk mendukung penanggulangan kemiskinan yang pelaksanaannya terkait pencapaian target tertentu, seperti: PNPM Generasi Sehat dan Cerdas (PNPM Generasi), PNPM Hijau, dan PNPM Agribisnis Perdesaaan (PNPM AP).

PNPM Mandiri Perdesaan menyediakan dana langsung dari pusat (APBN) dan daerah (APBD) yang disalurkan ke rekening kolektif desa di kecamatan. Masyarakat desa dapat mempergunakan dana tersebut sebagai hibah untuk membangun sarana/prasarana penunjang produktivitas desa, pinjaman bagi kelompok ekonomi untuk modal usaha bergulir, atau kegiatan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Setiap penyaluran dana yang turun ke masyarakat harus sesuai dengan dokumen yang dikirimkan ke pusat agar memudahkan penelusuran. Warga desa, dalam hal ini TPK atau staf Unit Pengelola Kegiatan (TPK) di tingkat kecamatan mendapatkan peningkatan kapasitas dalam pembukuan, manajemen data, pengarsipan dokumen dan pengelolaan uang/dana secara umum, serta peningkatan kapasitas lainnya terkait upaya pembangunan manusia dan pengelolaan pembangunan wilayah perdesaan.

Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM oleh Direktorat Jenderal Pemberdayaan Masyarakat Desa Departemen Dalam Negeri Tahun 2008, bahwa yang menjadi keluaran (out come) dari pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri di era otonomi daerah yaitu: (a) terjadinya peningkatan keterlibatan Rumah Tangga Miskin (RTM) dan kelompok perempuan mulai perencanaan sampai dengan pelestarian, (b) terlembaganya sistem pembangunan partisipatif di desa dan antar desa, (c) terjadinya peningkatan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi pembangunan partisipatif, (d) berfungsi dan bermanfaatnya hasil kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan bagi masyarakat, (e) terlembaganya pengelolaan dana bergulir dalam peningkatan pelayanan sosial dasar dan ketersediaan akses ekonomi terhadap RTM, (f) terbentuk dan berkembangnya BKAD dalam pengelolaan pembangunan, dan (g) terjadinya peningkatan peran serta dan kerja sama para pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan perdesaan.

IV. PENUTUP

PNPM Mandiri pada hakekatnya adalah gerakan nasional dalam wujud pembangunan berbasis masyarakat yang menjadi kerangka kebijakan serta acuan dan pedoman bagi pelaksanaan berbagai program pemberdayaan masyarakat dalam rangka penanggulangan kemiskinan. Kegiatan pelaksanaan PNPM Mandiri ini dilaksanakan sendiri oleh masyarakat melalui pendampingan oleh fasilitator. Secara substansial pelaksanaan PNPM Mandiri diarahkan untuk membantu masyarakat miskin dalam penguatan modal usaha, pemberdayaan masyarakat melalui padat karya, pelayanan pendidikan, kesehatan dan akses teknologi yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat miskin.

PNPM Mandiri merupakan salah satu tanggungjawab sosial pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menjalankan roda pemerintahan pada masa otonomi daerah yang didasarkan pada azas partisipatif yaitu dengan melibatkan masyarakat dalam merencanakan program aksi sesuai dengan sumberdaya lokal masyarakat dengan mengedepankan keseimbangan dan proporsional antar setiap kegiatan. Selain azas partisipatif program PNPM Mandiri dapat dijadikan ajang kompetisi antar desa/kelurahan atau antar kelompok masyarakat dalam melakukan kegiatan pembangunan yang diprioritaskan, serta menjadi kemitraan antar masyarakat dalam memperbaiki setiap kegiatan yang belum menyentuh kebutuhan masyarakat disekitarnya.

Pemberdayaan Masyarakat melalui program PNPM Mandiri menjadikan masyarakat mampu mengidentifikasi masalah/penyebab kemiskinan & alternatif penyelesaiannya, mampu mengidentifikasi sumber daya yang tersedia di wilayahnya, mampu memutuskan tindakan yang harus dilaksanakan (peningkatan kemampuan masyarakat berorganisasi dalam skala kelompok & menjadi mitra pemerintah dalam pembangunan desa/kelurahan). PNPM Mandiri mendorong terjadinya internalisasi pembangunan untuk masyarakat miskin dan marginal penciptaan lapangan kerja. Serta partisipasi penduduk miskin dalam membangun, pembentukan modal sosial, tata-pemerintahan yang baik.

Daftar Pustaka ada dalam bentuk File


No comments: